Friday, April 4, 2014

PJTL Day 1

Awesome Friday on Awesome Media

“Bruum bruumm, tiin tiin!!!”, suasana bising dan macet sepanjang perjalanan tak melemahkan semangat rombongan PJTL-FTIf menuju markas Radar Surabaya.

            Jumat (4/4) ini bisa jadi menjadi hari yang berharga bari peserta Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut (PJTL) Fakultas Teknologi Informasi ITS. Rombongan peserta yang terdiri atas mahasiswa serta mahasiswi Teknik Informatika dan Sistem Informasi ITS ini mendapat kesempatan untuk berkunjung ke salah satu media cetak lokal ternama di Surabaya.
Sekitar pukul 17.30 kami tiba di Graha Pena, tempat dimana kantor koran harian Radar Surabaya berdiri. Disana kami disambut hangat oleh Ibu Ofi selaku penanggung jawab redaksi Radar Surabaya. Beliau juga didampingi Bapak Fail, kepala manajemen pemasaran Radar Surabaya. Pertama Ibu Ofi memperkenalkan tentang divisi dan ruangan apa saja yang ada di Radar Surabaya secara umum. Namun karena ada perkerjaan yang harus segera diselesaikan, beliau hanya dapat menyapa kami dalam beberapa menit saja. Dan selanjutnya diambil alih oleh Bapak Fail.
Bapak Fail ini tergolong orang yang cakap karena beliau suka bercerita tentang pengalaman unik apa saja yang didapatkannya semasa menjadi wartawan. Mulai dari peristiwa perceraian sampai dengan berurusan dengan keluarga Cendana pernah beliau cicipi. Namun dibalik pengalaman unik beliau tersebut terdapat penekanan tentang realita sosok wartawan.
Wartawan adalah pekerjaan yang bisa dibilang cukup susah dijalani bila tidak didasari atas rasa suka. Kebanyakan wartawan hanya bertahan dua sampai tiga tahun jika tidak dilandasi atas hobinya di dunia jurnalistik. Masalah utamanya adalah banyak wartawan tidak kuat dengan pressure untuk menyelesaikan berita setiap harinya Atau juga disaat telah mendapatkan sebuah peristiwa justru bingung dalam memulai menulis beritanya. Sehingga apa yang terjadi? Deadline tak terpenuhi. Satu berita molor akan membuat berita lain molor terbit. Hal ini akan sangat merugikan pembaca. Bapak Fail juga menekankan, jika seorang wartawan sudah tidak sanggup menjalani kehidupan seperti hal tersebut, sebaiknya meninggalkan pekerjaannya di bidang jurnalistik.
Selain itu wartawan harus bersikap professional. Misalkan saja ada sebuah pengalaman dari Bapak Fail tentang kecelakaan, maka bukan menolong yang harus dilakukan pertama, melainkan harus cepat mengambil foto kecelakaan tersebut. Meski bisa dibilang tidak manusiawi kelihatan, namun foto itulah yang menjadi nilai jual dari seorang wartawan.
Lain lagi cerita beliau seputar mencari berita. Seorang wartawan perlu memiliki trik-trik agar mendapatkan berita sedetail-detailnya. Seperti menyamar menjadi orang yang memiliki konflik yang sama dengan narasumber. Dengan seperti itu akan membuat suasana lebih akrab, dan narasumber akan lebih mudah dalam menceritakan permasalahnya.
Wartawan juga harus berani memberitakan peristiwa apa yang memang sebenarnya terjadi di lapangan. Jika ujung-ujungnya berakhir amarah dari salah satu belah pihak dan mengajak , wartawan harus berani berargumen jika berita yang dimuat memang benar apa adanya dan hal tersebut tidak melanggar undang-undang. Bapak Fail pun sudah tidak asing dengan pengalaman seperti itu. Pernah berseteru dengan anggota TNI, beliau tetap pada pendiriannya bahwa berita yang beliau tulis adalah benar. Dan pada akhirnya memang berita tersebutlah yang menang.
Setelah bercerita, Bapak Fail memberi beberapa tips seputar wartawan pemula. Jika masih sering terdapat kesalahan dalam penulisan berita, maka koreksi-koreksi dari editor harus diperhatikan kembali dan tidak mengulanginya di berita selanjutnya. Dan juga wartawan dilarang jika memberitakan sebuah foto tanpa mendapatkan data-data yang factual dari narasumbernya. Dan juga yang kesalahan yang sering dihadapi wartawan pemula adalah pertanyaan kepada narasumber yang kurang kritis sehingga tidak dimuat dalam koran.
Setelah puas menerima ilmu yang sangat bermanfaat, kami kemudian diajak untuk melihat dan bertanya-tanya kepada orang-orang yang tengah bekerja di kantor. Saya kebetulan mndapatkan kesempatan untuk mencari informasi kepada fotografer. Disana fotografer menjelaskan bagaimana trik-trik dalam pengambilan foto dilapangan dan bagaimana setelahnya diolah dalam system untuk kemudian dimasukan kedalam sebuah berita.

Kurang lebih jam menunjukkan pukul 20.00. Waktu kunjungan kami pun telah berakhir. Sebelum pamit pulang, kami berfoto bersama di depan kantor disertai dengan penyerahan piagam penghargaan kepada Radar Surabaya. Guyuran hujan nan lebat menyambut kepulangan kami dari Graha Pena.

Saturday, March 15, 2014

Berbagi Cerita


Terlambat
Hampir ku melewatkan janji
Tertidur menonton DVD
Pergilah denganku

Walaupun ku tahu diriku kurang tinggi
Kamu yang ku cari
Pergilah denganku
Dan kau pun terdiam
Tak bisa tentukan pilihan
It's okay, take your time
I'm gonna make you mine

Jangan menangis lagi
Ini bukan salahmu
Saat esok datang ku akan kembali
Jangan menangis lagi
Ini bukan salahmu
Saat esok datang ku akan kembali
Mencoba mendapatkanmu

Ku lihat kau dari kacamata ini
Dan ku jadi galau sendiri
Pergilah denganku

Bersiaplah
Vespaku akan menjemputmu
Bersamaku ayo melaju
Pergilah denganku

Dan kau pun terdiam
Tak bisa tentukan pilihan
It's okay, take your time
I'm gonna make you mine

Jangan menangis lagi
Ini bukan salahmu
Saat esok datang ku akan kembali
Jangan menangis lagi
Ini bukan salahmu
Saat esok datang ku akan kembali
Mencoba mendapatkanmu

Buat nyata mimpi ini karna tak ada mimpiku yang tidak melibatkan kamu
Jadikan ku yang terakhir dan tua bersamaku

Monday, February 10, 2014

Monday, February 3, 2014

Fluktuasi Glukosa

Some day, I want to sing this song 

The Key is Creative!

Dulu sewaktu kita masih menginjak bangku sekolahan, SD, SMP sampai SMA, ada salah satu kompetisi yang bergengsi, yakni kompetisi Murid Teladan. Ya, ini adalah lomba bagi siswa atau siswi sekolah yang berprestasi baik dalam bidang akademik dan non akademik. Lalu seperti apa sih agar kita bisa menjadi orang teladan?
Agar kita bisa menjadi orang yang teladan tentu bukanlah sesuatu yang mudah semudah kita membalikan telapak tangan. Kita mungkin memiliki seseorang yang menjadi inspirasi atau panutan untuk kita tiru. Entah itu ilmuan, direktur perusahaan besar, miliyuner, bisnisman, presiden, atau bahkan teman kita sendiri pun bisa kita jadikan acuan keteladanan.
Sebelum ngoceh lebih panjang, mari kita cermati apa arti dari kata teladan. Teladan adalah sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh. Keteladanan tidak hanya diperlukan pada saat kita masih duduk di bangku sekolahan. Jiwa teladan harus kita bawa kapanpun dimanapun. Bukan hanya saat kita berada diatas menjadi petinggi negara, namun saat kita dibawah pun kita harus mengemban jiwa-jiwa teladan yang baik. Tak terkecuali bagi para jurnalis. Banyak sifat-sifat keteladanan yang bisa diterapkan saat kita menjadi seorang jurnalis.
            Sebelum terjun ke dunia jurnalistik, sikap profesionalisme harus kita tanamkan dalam diri. Orang yang profesional adalah orang yang menyadari betul arah kemana ia menjurus, mengapa ia menempuh jalan itu, dan bagaimana caranya ia harus menuju sasarannya. Begitu pula jurnalis, ia harus menjadi pribadi profesional dalam bekerja. Ia harus memberitakan suatu peristiwa sesuai dengan fakta di lapangan, tanpa dibuat-buat meskipun banyak amplop mengantri dari belakang. “Jurnalis yang hebat adalah jurnalis yang sanggup kesepian ditengah keramaian, karena dia lebih peduli pada ‘apa’ bukan ‘siapa’.”, ucap Katharine Graham, pemilik Washington Post, berbicara masalah jurnalis.
            Namun pekerjaan seorang jurnalis bukan hanya menulis berita. Banyak bidang jurnalistik lainnya yang bisa dikembangkan dari hanya sekedar menulis peristiwa-peristiwa masyarakat yang dipublikasikan dalam bentuk belasan lembar tipis kertas berukuran A2. Misalnya, membuat film, menulis novel, fotografi dan menggambar komik atau karikatur. Nah, dari semua bidang itu, there’s one simple thing that they should have. Kreatif!
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kreatif berarti memiliki daya cipta, kecerdasan dan imajinasi. Kenapa harus kreatif? Kalau kita lihat realitanya sekarang, apa yang kreatiflah yang mempunyai nilai jual di masyarakat. Lihat saja Goyang Caisar, meski banyak memperoleh kecaman, namun Goyangannya mewabah seantero Indonesia. Bahkan goyang-goyang baru lainnya pun mulai bermunculan. Nahyo!
            Sifat inilah yang menjadi bumbu keteladanan yang harus dimiliki seorang jurnalis. Eits, bukan maksud goyangannya ya. Out of the box, begitu istilah bekennya. Dengan berbagai ide kreatif yang dituangkan para jurnalis, maka industri jurnalistik di Indonesia akan terus berputar. Ide-ide ini yang harus digali dan gencar dipromosikan ke dunia Internasional. Kita buktikan jika jurnalis-jurnalis Indonesia adalah orang-orang yang gila (baca : kreatif). Kreatif dalam artian ini jelas tidak untuk hal-hal yang negatif.
Okay, lalu siapa sih orang kreatif yang bisa kita teladani? Delapan tahun bekarya, Raditya Dika bisa kita jadikan contoh teladan jurnalis kreatif Indonesia. Orang-orang menyebutnya comedian jenius. Namun sebelum dikenal sebagai Stand Up Comedian , Radit, begitu sapaan akrabnya, sebelumnya adalah orang yang aktif menulis. Tulisan-tulisan di blognya sukses ia terbitkan menjadi novel yang laku terjual dipasaran. bisa kita bilang dia adalah The King of Wild Idea’s. Dengan ide kreatifnya yang berjibun, kini ia mengembangkan dirinya lewat buku, Stand Up Comedy dan film ditambah serial TV Malam Minggu Miko.
Good Job!