The Key is Creative!
Dulu
sewaktu kita masih menginjak bangku sekolahan, SD, SMP sampai SMA, ada salah
satu kompetisi yang bergengsi, yakni kompetisi Murid Teladan. Ya, ini adalah
lomba bagi siswa atau siswi sekolah yang berprestasi baik dalam bidang akademik
dan non akademik. Lalu seperti apa sih agar kita bisa menjadi orang teladan?
Agar
kita bisa menjadi orang yang teladan tentu bukanlah sesuatu yang mudah semudah kita
membalikan telapak tangan. Kita mungkin memiliki seseorang yang menjadi
inspirasi atau panutan untuk kita tiru. Entah itu ilmuan, direktur perusahaan
besar, miliyuner, bisnisman, presiden, atau bahkan teman kita sendiri pun bisa
kita jadikan acuan keteladanan.
Sebelum
ngoceh lebih panjang, mari kita
cermati apa arti dari kata teladan. Teladan adalah sesuatu yang patut ditiru
atau baik untuk dicontoh. Keteladanan tidak hanya diperlukan pada saat kita
masih duduk di bangku sekolahan. Jiwa teladan harus kita bawa kapanpun
dimanapun. Bukan hanya saat kita berada diatas menjadi petinggi negara, namun
saat kita dibawah pun kita harus mengemban jiwa-jiwa teladan yang baik. Tak
terkecuali bagi para jurnalis. Banyak sifat-sifat keteladanan yang bisa
diterapkan saat kita menjadi seorang jurnalis.
Sebelum terjun ke dunia jurnalistik,
sikap profesionalisme harus kita tanamkan dalam diri. Orang yang profesional
adalah orang yang menyadari betul arah kemana ia menjurus, mengapa ia menempuh
jalan itu, dan bagaimana caranya ia harus menuju sasarannya. Begitu pula jurnalis,
ia harus menjadi pribadi profesional dalam bekerja. Ia harus memberitakan suatu
peristiwa sesuai dengan fakta di lapangan, tanpa dibuat-buat meskipun banyak
amplop mengantri dari belakang. “Jurnalis yang hebat adalah jurnalis yang
sanggup kesepian ditengah keramaian, karena dia lebih peduli pada ‘apa’ bukan
‘siapa’.”, ucap Katharine Graham, pemilik Washington
Post, berbicara masalah jurnalis.
Namun pekerjaan seorang jurnalis
bukan hanya menulis berita. Banyak bidang jurnalistik lainnya yang bisa dikembangkan
dari hanya sekedar menulis peristiwa-peristiwa masyarakat yang dipublikasikan
dalam bentuk belasan lembar tipis kertas berukuran A2. Misalnya, membuat film, menulis novel, fotografi dan menggambar komik atau karikatur. Nah, dari
semua bidang itu, there’s one simple thing
that they should have. Kreatif!
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kreatif berarti memiliki daya cipta, kecerdasan dan imajinasi. Kenapa
harus kreatif? Kalau kita lihat realitanya sekarang, apa yang kreatiflah yang mempunyai
nilai jual di masyarakat. Lihat saja Goyang Caisar, meski banyak memperoleh
kecaman, namun Goyangannya mewabah seantero Indonesia. Bahkan goyang-goyang
baru lainnya pun mulai bermunculan. Nahyo!
Sifat inilah yang menjadi bumbu keteladanan
yang harus dimiliki seorang jurnalis. Eits, bukan maksud goyangannya ya. Out of the box, begitu istilah bekennya.
Dengan berbagai ide kreatif yang dituangkan para jurnalis, maka industri
jurnalistik di Indonesia akan terus berputar. Ide-ide ini yang harus digali dan
gencar dipromosikan ke dunia Internasional. Kita buktikan jika jurnalis-jurnalis
Indonesia adalah orang-orang yang gila (baca : kreatif). Kreatif dalam artian
ini jelas tidak untuk hal-hal yang negatif.
Okay,
lalu siapa sih orang kreatif yang bisa kita teladani? Delapan tahun bekarya, Raditya
Dika bisa kita jadikan contoh teladan jurnalis kreatif Indonesia. Orang-orang
menyebutnya comedian jenius. Namun sebelum
dikenal sebagai Stand Up Comedian ,
Radit, begitu sapaan akrabnya, sebelumnya adalah orang yang aktif menulis. Tulisan-tulisan
di blognya sukses ia terbitkan menjadi novel
yang laku terjual dipasaran. bisa kita bilang dia adalah The King of Wild Idea’s. Dengan ide kreatifnya yang berjibun, kini
ia mengembangkan dirinya lewat buku, Stand
Up Comedy dan film ditambah
serial TV Malam Minggu Miko.
Good Job!