Monday, February 10, 2014

Monday, February 3, 2014

Fluktuasi Glukosa

Some day, I want to sing this song 

The Key is Creative!

Dulu sewaktu kita masih menginjak bangku sekolahan, SD, SMP sampai SMA, ada salah satu kompetisi yang bergengsi, yakni kompetisi Murid Teladan. Ya, ini adalah lomba bagi siswa atau siswi sekolah yang berprestasi baik dalam bidang akademik dan non akademik. Lalu seperti apa sih agar kita bisa menjadi orang teladan?
Agar kita bisa menjadi orang yang teladan tentu bukanlah sesuatu yang mudah semudah kita membalikan telapak tangan. Kita mungkin memiliki seseorang yang menjadi inspirasi atau panutan untuk kita tiru. Entah itu ilmuan, direktur perusahaan besar, miliyuner, bisnisman, presiden, atau bahkan teman kita sendiri pun bisa kita jadikan acuan keteladanan.
Sebelum ngoceh lebih panjang, mari kita cermati apa arti dari kata teladan. Teladan adalah sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh. Keteladanan tidak hanya diperlukan pada saat kita masih duduk di bangku sekolahan. Jiwa teladan harus kita bawa kapanpun dimanapun. Bukan hanya saat kita berada diatas menjadi petinggi negara, namun saat kita dibawah pun kita harus mengemban jiwa-jiwa teladan yang baik. Tak terkecuali bagi para jurnalis. Banyak sifat-sifat keteladanan yang bisa diterapkan saat kita menjadi seorang jurnalis.
            Sebelum terjun ke dunia jurnalistik, sikap profesionalisme harus kita tanamkan dalam diri. Orang yang profesional adalah orang yang menyadari betul arah kemana ia menjurus, mengapa ia menempuh jalan itu, dan bagaimana caranya ia harus menuju sasarannya. Begitu pula jurnalis, ia harus menjadi pribadi profesional dalam bekerja. Ia harus memberitakan suatu peristiwa sesuai dengan fakta di lapangan, tanpa dibuat-buat meskipun banyak amplop mengantri dari belakang. “Jurnalis yang hebat adalah jurnalis yang sanggup kesepian ditengah keramaian, karena dia lebih peduli pada ‘apa’ bukan ‘siapa’.”, ucap Katharine Graham, pemilik Washington Post, berbicara masalah jurnalis.
            Namun pekerjaan seorang jurnalis bukan hanya menulis berita. Banyak bidang jurnalistik lainnya yang bisa dikembangkan dari hanya sekedar menulis peristiwa-peristiwa masyarakat yang dipublikasikan dalam bentuk belasan lembar tipis kertas berukuran A2. Misalnya, membuat film, menulis novel, fotografi dan menggambar komik atau karikatur. Nah, dari semua bidang itu, there’s one simple thing that they should have. Kreatif!
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kreatif berarti memiliki daya cipta, kecerdasan dan imajinasi. Kenapa harus kreatif? Kalau kita lihat realitanya sekarang, apa yang kreatiflah yang mempunyai nilai jual di masyarakat. Lihat saja Goyang Caisar, meski banyak memperoleh kecaman, namun Goyangannya mewabah seantero Indonesia. Bahkan goyang-goyang baru lainnya pun mulai bermunculan. Nahyo!
            Sifat inilah yang menjadi bumbu keteladanan yang harus dimiliki seorang jurnalis. Eits, bukan maksud goyangannya ya. Out of the box, begitu istilah bekennya. Dengan berbagai ide kreatif yang dituangkan para jurnalis, maka industri jurnalistik di Indonesia akan terus berputar. Ide-ide ini yang harus digali dan gencar dipromosikan ke dunia Internasional. Kita buktikan jika jurnalis-jurnalis Indonesia adalah orang-orang yang gila (baca : kreatif). Kreatif dalam artian ini jelas tidak untuk hal-hal yang negatif.
Okay, lalu siapa sih orang kreatif yang bisa kita teladani? Delapan tahun bekarya, Raditya Dika bisa kita jadikan contoh teladan jurnalis kreatif Indonesia. Orang-orang menyebutnya comedian jenius. Namun sebelum dikenal sebagai Stand Up Comedian , Radit, begitu sapaan akrabnya, sebelumnya adalah orang yang aktif menulis. Tulisan-tulisan di blognya sukses ia terbitkan menjadi novel yang laku terjual dipasaran. bisa kita bilang dia adalah The King of Wild Idea’s. Dengan ide kreatifnya yang berjibun, kini ia mengembangkan dirinya lewat buku, Stand Up Comedy dan film ditambah serial TV Malam Minggu Miko.
Good Job!